Dijelaskan
dalam ketentuan Pasal 1 angka 5 UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
(“UU 14/2002”), yang berbunyi sebagai berikut:
“Sengketa pajak adalah adalah sengketa yang timbul
dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat
yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding
atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan
Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.”
Ketentuan
tentang Banding dan Gugatan dalam sengketa pajak diatur lebih lengkap dalam UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU
No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
yang selanjutnya kami sebut sebagai UU KUP. Pengadilan pajak dalam hal ini
merupakan lembaga penyelesaian sengketa pajak yang dibentuk sesuai amanat UU
KUP.
Jadi, yang
dimaksud dengan sengketa pajak adalah sengketa dalam bidang perpajakan. Bentuk
perkara sengketa pajak dapat berupa Banding atau Gugatan.
Mekanisme
banding dan gugatan dalam sengketa pajak.
1.
Banding
Menurut Pasal 12 ayat (1) UU KUP, setiap Wajib Pajak
wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Yang
dimaksud Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (Pasal 1
angka 15 UU KUP).
Kadangkala terjadi selisih perhitungan pajak yang terutang
menurut wajib pajak dan pihak kantor pelayanan pajak. Terhadap hal ini wajib
pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal
Pajak (Pasal 25 ayat [1] UU KUP).
Keberatan diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal
dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan
pajak secara tertulis. Keberatan diajukan dalam Bahasa Indonesia dengan
mengemukakan jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau
dipungut, atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai
alasan yang menjadi dasar penghitungan (Pasal 25 ayat [2] dan ayat [3] UU
KUP).
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12
bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas
keberatan yang diajukan (Pasal 26 ayat [1] UU KUP). Jika jangka waktu
telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan,
keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan (Pasal 26 ayat [5] UU
KUP).
Tata cara pengajuan keberatan dan penyelesaian diatur lebih
lanjut melalui Permenkeu No. 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan
Penyelesaian Keberatan.
Jika wajib pajak tidak puas dengan keputusan Dirjen Pajak
atas keberatan yang diajukan, wajib pajak hanya dapat mengajukan banding kepada
pengadilan pajak (Pasal 27 ayat [1] UU KUP).
2. Gugatan
Berbeda halnya dengan proses perkara banding yang merupakan
kelanjutan dari proses keberatan kepada Dirjen Pajak, perkara gugatan merupakan
perkara yang diajukan wajib pajak atau penanggung pajak terhadap (Pasal 31
ayat [3] UU 14/2002 jo. Pasal 23 ayat [2] UU KUP):
a. pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
b. keputusan pencegahan dalam rangka
penagihan pajak;
c. keputusan yang berkaitan dengan
pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat
(1) dan Pasal 26 (UU KUP); atau
d. penerbitan surat ketetapan pajak atau
Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur
atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan
Pengadilan pajak merupakan pengadilan tingkat pertama dan
terakhir dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak (Pasal 33 ayat [1] UU
14/2002). Oleh karena itu, upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap
putusan banding maupun putusan gugatan pengadilan pajak adalah Peninjauan
Kembali ke Mahkamah Agung.