Indonesia
adalah negara multikultural. Berbagai aturan yang ada pun tidak dapat
mengotak-kotakan kultur yang ada. Sama berlakunya untuk hukum waris. Di
Indonesia, belum ada hukum waris yang berlaku secara nasional. Adanya hukum
waris di Indonesia adalah hukum waris adat, hukum waris Islam, dan hukum waris
perdata. Masing-masing hukum waris itu memiliki aturan yang berbeda-beda.
Adapun berikut penjelasannya:
1.
Hukum Waris Adat
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beragam suku bangsa, agama, dan adat-istiadat yang berbeda satu dengan lainnya. Hal itu mempengaruhi hukum yang berlaku di tiap golongan masyarakat yang dikenal dengan sebutan hukum adat.
Menurut Ter
Haar, seorang pakar hukum dalam bukunya yang berjudul Beginselen en Stelsel van
het Adatrecht (1950), hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang mengatur
penerusan dan peralihan dari abad ke abad baik harta kekayaan yang berwujud dan
tidak berwujud dari generasi pada generasi berikut.
Hukum adat
itu sendiri bentuknya tak tertulis, hanya berupa norma dan adat-istiadat yang
harus dipatuhi masyarakat tertentu dalam suatu daerah dan hanya berlaku di
daerah tersebut dengan sanksi-sanksi tertentu bagi yang melanggarnya.
Oleh karena
itu, hukum waris adat banyak dipengaruhi oleh struktur kemasyarakatan atau
kekerabatan. Di Indonesia hukum waris mengenal beberapa macam sistem pewarisan.
Apa saja?
- Sistem keturunan: sistem ini dibedakan menjadi tiga macam yaitu sistem patrilineal yaitu berdasarkan garis keturunan bapak, sistem matrilineal berdasarkan garis keturunan ibu, dan sistem bilateral yaitu sistem berdasarkan garis keturunan kedua orang tua.
- Sistem Individual: berdasarkan sistem ini, setiap ahli waris mendapatkan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Pada umumnya sistem ini diterapkan pada masyarakat yang menganut sistem kemasyarakatan bilateral seperti Jawa dan Batak.
- Sistem Kolektif: ahli waris menerima harta warisan sebagai satu kesatuan yang tidak terbagi-bagi penguasaan ataupun kepemilikannya dan tiap ahli waris hanya mempunyai hak untuk menggunakan atau mendapat hasil dari harta tersebut. Contohnya adalah barang pusaka di suatu masyarakat tertentu.
- Sistem Mayorat: dalam sistem mayorat, harta warisan dialihkan sebagai satu kesatuan yang tidak terbagi dengan hak penguasaan yang dilimpahkan kepada anak tertentu. Misalnya kepada anak tertua yang bertugas sebagai pemimpin keluarga menggantikan kedudukan ayah atau ibu sebagai kepala keluarga, seperti di masyarakat Bali dan Lampung harta warisan dilimpahkan kepada anak tertua dan di Sumatra Selatan kepada anak perempuan tertua.
2. Hukum Waris Islam
Hukum waris
Islam berlaku bagi masyarakat Indonesia yang beragama Islam dan diatur dalam
Pasal 171-214 Kompilasi Hukum Indonesia, yaitu materi hukum Islam yang ditulis
dalam 229 pasal. Dalam hukum waris Islam menganut prinsip kewarisan individual
bilateral, bukan kolektif maupun mayorat. Dengan demikian pewaris bisa berasal
dari pihak bapak atau ibu.
Menurut
hukum waris Islam ada tiga syarat agar pewarisan dinyatakan ada sehingga dapat
memberi hak kepada seseorang atau ahli waris untuk menerima warisan:
- Orang yang mewariskan (pewaris) telah meninggal dunia dan dapat di buktikan secara hukum ia telah meninggal. Sehingga jika ada pembagian atau pemberian harta pada keluarga pada masa pewaris masih hidup, itu tidak termasuk dalam kategori waris tetapi disebut hibah.
- Orang yang mewarisi (ahli waris) masih hidup pada saat orang yang mewariskan meninggal dunia.
- Orang yang mewariskan dan mewarisi memiliki hubungan keturunan atau kekerabatan, baik pertalian garis lurus ke atas seperti ayah atau kakek dan pertalian lurus ke bawah seperti anak, cucu, dan paman.
3. Hukum Waris Perdata
Hukum waris
perdata atau yang sering disebut hukum waris barat berlaku untuk masyarakat
nonmuslim, termasuk warga negara Indonesia keturunan, baik Tionghoa maupun
Eropa yang ketentuannya diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHP).
Hukum waris
perdata menganut sistem individual di mana setiap ahli waris mendapatkan atau
memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Dalam hukum waris
perdata ada dua cara untuk mewariskan:
- Mewariskan berdasarkan undang-undang atau mewariskan tanpa surat wasiat yang disebut sebagai Ab-instentato, sedangkan ahli warisnya disebut Ab-instaat. Ada 4 golongan ahli waris berdasarkan undang-undang: Golongan I terdiri dari suami istri dan anak-anak beserta keturunannya; Golongan II terdiri dari orang tua dan saudara-saudara beserta keturunannya; Golongan III terdiri dari kakek, nenek serta seterusnya ke atas; dan Golongan IV terdiri dari keluarga dalam garis menyamping yang lebih jauh, termasuk saudara-saudara ahli waris golongan III beserta keturunannya.
- Mewariskan berdasarkan surat wasiat yaitu berupa pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia yang oleh si pembuatnya dapat diubah atau dicabut kembali selama ia masih hidup sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 992. Cara pembatalannya harus dengan wasiat baru atau dilakukan dengan Notaris.
Syarat pembuatan
surat wasiat ini berlaku bagi mereka yang sudah berusia 18 tahun atau lebih dan
sudah menikah meski belum berusia 18 tahun. Yang termasuk golongan ahli waris
berdasarkan surat wasiat adalah semua orang yang ditunjuk oleh pewaris melalui
surat wasiat untuk menjadi ahli warisnya.
Pembagian Warisan yang Adil
Dari
deskripsi di atas, Anda perlu mengetahui kebutuhan yang dapat mencakup keluarga
besar Anda. Memang rumit, apalagi ketika menghitungnya. Namun, Anda perlu
kesabaran yang tinggi. Jika kesulitan, konsultasikan dengan orang terdekat.
Dapat juga Anda menggunakan tenaga ahli untuk membantu. Hal ini tentunya akan
sangat membantu Anda untuk membuat perhitungan yang lebih baik. Dengan
demikian, tujuan kesetaraan dan pembagian secara adil dapat terlaksana.
Perhatikan
juga wasiat orang tertua. Jika merasa perlu menegakkan keadilan dan kesetaraan
jangan sungkan untuk bermusyawarah. Dengan demikian akan muncul mufakat yang
menjadi acuan bersama. Adanya komunikasi membantu manusia untuk saling
memahami. Dengan demikian ikatan keluarga akan tetap terjaga dan harmonis.
Setidaknya Anda telah mencoba yang terbaik. Niat baik tentunya akan memiliki
hasil yang baik pula.